“Ambyar, mas. Ambyar!”
“Ambyar kepriwe to, dik?”
“Ambyarukmo Plazaahh.”
Well, saya memang bukan penggemar lagu-lagu campursari. Tapi, Didi Kempot adalah penyanyi pertama yang lagu-lagunya dapat diterima anak-anak milenial. Meskipun berbahasa jawa, lagu-lagu Didi Kempot banyak digandrungi. Buktinya, teman saya yang di pelosok Medan sana hafal betul lirik Pamer Bojo, meskipun gatau artinya.
Maestro Didi Kempot memang mewakili kaum-kaum ambyar dalam perihal asmara. Itulah mengapa dia pantas menyandang gelar The Godfather of Brokenheart. Hampir semua lagunya menceritakan tentang orang-orang dengan berbagai bentuk kegagalan dalam hubungan. Dari kecewa, ditikung, ditinggal rabi sampai rindu level mie Samyang.
Sewu kuto uwis tak liwati. Sewu ati tak lakoni
Salah satu lagu Didi Kempot yang kerap kita dengar lewat radio-radio semasa kecil. Dahsyat to ya? Seribu kota telah dilampaui padahal di indonesia Cuma ada 500an kabupaten/kota. Ya kalau pulau memang ada 17 ribu.
Sewu Kuto ini menceritakan tentang seseorang yang mencari kekasihnya terlampaui bertahun-tahun. Meski sudah mencoba melupakan sang kekasih tapi tetap saja orang ini setia, pengen ketemu katanya. Sebuah lagu asmara karena ditinggal sang perempuan minggat entah kemana. Mas, kamu pernah mengalami fase ditinggal lunga sama gebetanmu? Kangen nggak? Ya kangen to dik. Alah paling kamu cari gebetan lagi, iya to?
Sworo angin, angin sing ngeridu ati. Ngelingake sliramu sing tak tresnani. Pingin nangis ngetokke eluh ning pipi. Suwe ra weroh senajan mung ono mimpi.
Hujan, sajak dan rindu memang sudah menjadi makanan bocah enom jaman sekarang. Didi Kempot menyuguhkan cerita seseorang yang sedang merindu akibat ditinggal minggat lagi oleh pasangan. Banyu langit sing ono nduwur kayangan merepresentasikan bahwa saat turun hujan disana tergenang pula kenangan dengan sang mantan. Awokwokwok
Didi Kempot menunjukkan bahwa hujan, sajak, dan rindu daripada jadi tulisan saja, mending sini buat dijogedi wae. Lha wong, lagu sedih mirip It Will Rain ini kalau dikonserkan, para penonton joged hak e hak e cendol dawet. Coba lagu-lagunya Adele yang patah hati itu nggak bisa dijogedi hek a hek a. Teman saya yang hobinya makan gudek Mbarek mana paham, orang Adele saja gatau siapa.
“Wong salah ora gelem ngaku salah. Suwe-suwe sopo wonge sing betah. Mripatku uwis ngerti saknyatane. Kowe selak golek menangmu dhewe. Tak tandur pari, jebul tukule malah suket teki.”
Saya kurang tahu lagu ini mendeskripsikan keambyaran dalam cinta jenis apa. Tapi yang jelas, dalam sebuah hubungan pasti ada suket teki alias ilalang. Ya kalo ada ilalang gimana, dik? Ya, dibabat to mas, kumaha sia?
“Ning stasiun balapan, kutho Solo sing dadi kenangan. Kowe karo aku. Nalika ngeterke lungamu.”
Satu hal yang unik dari Didi Kempot, ia selalu menggunakan kendaraan darat dalam lagunya. Stasiun Balapan dan Terminal Tirtonadi. Kenapa nggak pake bandara apa pelabuhan kayak Michael Bubble Home itu. Lha wong perjalanan Cuma dari Italia ke Perancis naik pesawat, hilih.
Hal ini menunjukkan bahwa eksistensi stasiun dan terminal itu sangat berharga bagi kaum cilik, yang pacarnya merantau ke kota Surabaya gitu. Lagipula suasana stasiun lebih merakyat ketimbang bandara. Coba siapa yang kangen suara sirene kereta api Malabar Lempuyangan-Kiaracondong? Akuuuu. Lho, pelabuhan juga merakyat to, dik? Halah mas, mabuk aku leh numpak kapal.
“Dudu klambi anyar sing ning jero lemariku, nanging bojo anyar sing mbok pamerke ning aku. Dudu wangi mawar sing tak sawang neng mripatku, nanging kowe lali ngelarani wong koyo aku. Neng opo seneng aku, yen mung nggawe loroku pamer bojo anyar neng ngarepku.”
“Wes to, lagune Didi Kempot ki mesti tentang wong sing lunga.”
“Yo sedih mas, Didi Kempot wis lungo. Wis ora ono maneh ciptaan lagu-lagu ambyar seng ngancani dening aku nugas. Opo maneh arep skripsian.”
“Yowis dik, rene tak kancani. Tapi, kan sampeyan senenge lagu jeduk-jeduk nganggo listrik teko kulon kono.”
“Jenenge EDM, mas. Aku seneng kabeh lagu, opo maneh lagune Didi Kempot. Masio aku nggak nduwe gebetan, tapi aku juga merasakan emosi lagu-lagune Didi Kempot.
“Lah, aku mbok anggap opo to dik?”
“Lha, sameyan ora ketok. Aku ki ngomong dewean. Sameyan isih ning wakanda to? Bali, mas, bali! (percakapan aku dan mas imajiner wkwk)
Selamat tinggal Godfather of Brokenheart. Sedikit terlambat untuk mendengar lagu-lagu beberapa bulan lalu, terutama ketika masih di Cipaku. Seharian tidak mendengar orang berbicara jawa. Untunglah Didi Kempot dengan Banyu Langitnya yang mengobati rindu atas tanah jawa, meskipun aku Cuma merantau ke tanah sebelah, Pasundan.
Didi Kempot adalah sebuah budaya itu sendiri demi mempertahankan keeksisan bahasa jawa. Meski jaman sudah terlampau 2 milenium. Terimkasih atas semua karya-karyamu untuk tanah bekas Majapahit ini. Raden Wijaya dan Sunan Bonang pasti sangat bangga dengan anda.
“Ambyar kepriwe to, dik?”
“Ambyarukmo Plazaahh.”
https://images.app.goo.gl/o43LBNUbJChT7VUs9
Well, saya memang bukan penggemar lagu-lagu campursari. Tapi, Didi Kempot adalah penyanyi pertama yang lagu-lagunya dapat diterima anak-anak milenial. Meskipun berbahasa jawa, lagu-lagu Didi Kempot banyak digandrungi. Buktinya, teman saya yang di pelosok Medan sana hafal betul lirik Pamer Bojo, meskipun gatau artinya.
Maestro Didi Kempot memang mewakili kaum-kaum ambyar dalam perihal asmara. Itulah mengapa dia pantas menyandang gelar The Godfather of Brokenheart. Hampir semua lagunya menceritakan tentang orang-orang dengan berbagai bentuk kegagalan dalam hubungan. Dari kecewa, ditikung, ditinggal rabi sampai rindu level mie Samyang.
Sewu kuto uwis tak liwati. Sewu ati tak lakoni
Salah satu lagu Didi Kempot yang kerap kita dengar lewat radio-radio semasa kecil. Dahsyat to ya? Seribu kota telah dilampaui padahal di indonesia Cuma ada 500an kabupaten/kota. Ya kalau pulau memang ada 17 ribu.
Sewu Kuto ini menceritakan tentang seseorang yang mencari kekasihnya terlampaui bertahun-tahun. Meski sudah mencoba melupakan sang kekasih tapi tetap saja orang ini setia, pengen ketemu katanya. Sebuah lagu asmara karena ditinggal sang perempuan minggat entah kemana. Mas, kamu pernah mengalami fase ditinggal lunga sama gebetanmu? Kangen nggak? Ya kangen to dik. Alah paling kamu cari gebetan lagi, iya to?
Sworo angin, angin sing ngeridu ati. Ngelingake sliramu sing tak tresnani. Pingin nangis ngetokke eluh ning pipi. Suwe ra weroh senajan mung ono mimpi.
Hujan, sajak dan rindu memang sudah menjadi makanan bocah enom jaman sekarang. Didi Kempot menyuguhkan cerita seseorang yang sedang merindu akibat ditinggal minggat lagi oleh pasangan. Banyu langit sing ono nduwur kayangan merepresentasikan bahwa saat turun hujan disana tergenang pula kenangan dengan sang mantan. Awokwokwok
Didi Kempot menunjukkan bahwa hujan, sajak, dan rindu daripada jadi tulisan saja, mending sini buat dijogedi wae. Lha wong, lagu sedih mirip It Will Rain ini kalau dikonserkan, para penonton joged hak e hak e cendol dawet. Coba lagu-lagunya Adele yang patah hati itu nggak bisa dijogedi hek a hek a. Teman saya yang hobinya makan gudek Mbarek mana paham, orang Adele saja gatau siapa.
“Wong salah ora gelem ngaku salah. Suwe-suwe sopo wonge sing betah. Mripatku uwis ngerti saknyatane. Kowe selak golek menangmu dhewe. Tak tandur pari, jebul tukule malah suket teki.”
Saya kurang tahu lagu ini mendeskripsikan keambyaran dalam cinta jenis apa. Tapi yang jelas, dalam sebuah hubungan pasti ada suket teki alias ilalang. Ya kalo ada ilalang gimana, dik? Ya, dibabat to mas, kumaha sia?
“Ning stasiun balapan, kutho Solo sing dadi kenangan. Kowe karo aku. Nalika ngeterke lungamu.”
Satu hal yang unik dari Didi Kempot, ia selalu menggunakan kendaraan darat dalam lagunya. Stasiun Balapan dan Terminal Tirtonadi. Kenapa nggak pake bandara apa pelabuhan kayak Michael Bubble Home itu. Lha wong perjalanan Cuma dari Italia ke Perancis naik pesawat, hilih.
Hal ini menunjukkan bahwa eksistensi stasiun dan terminal itu sangat berharga bagi kaum cilik, yang pacarnya merantau ke kota Surabaya gitu. Lagipula suasana stasiun lebih merakyat ketimbang bandara. Coba siapa yang kangen suara sirene kereta api Malabar Lempuyangan-Kiaracondong? Akuuuu. Lho, pelabuhan juga merakyat to, dik? Halah mas, mabuk aku leh numpak kapal.
“Dudu klambi anyar sing ning jero lemariku, nanging bojo anyar sing mbok pamerke ning aku. Dudu wangi mawar sing tak sawang neng mripatku, nanging kowe lali ngelarani wong koyo aku. Neng opo seneng aku, yen mung nggawe loroku pamer bojo anyar neng ngarepku.”
“Wes to, lagune Didi Kempot ki mesti tentang wong sing lunga.”
“Yo sedih mas, Didi Kempot wis lungo. Wis ora ono maneh ciptaan lagu-lagu ambyar seng ngancani dening aku nugas. Opo maneh arep skripsian.”
“Yowis dik, rene tak kancani. Tapi, kan sampeyan senenge lagu jeduk-jeduk nganggo listrik teko kulon kono.”
“Jenenge EDM, mas. Aku seneng kabeh lagu, opo maneh lagune Didi Kempot. Masio aku nggak nduwe gebetan, tapi aku juga merasakan emosi lagu-lagune Didi Kempot.
“Lah, aku mbok anggap opo to dik?”
“Lha, sameyan ora ketok. Aku ki ngomong dewean. Sameyan isih ning wakanda to? Bali, mas, bali! (percakapan aku dan mas imajiner wkwk)
Selamat tinggal Godfather of Brokenheart. Sedikit terlambat untuk mendengar lagu-lagu beberapa bulan lalu, terutama ketika masih di Cipaku. Seharian tidak mendengar orang berbicara jawa. Untunglah Didi Kempot dengan Banyu Langitnya yang mengobati rindu atas tanah jawa, meskipun aku Cuma merantau ke tanah sebelah, Pasundan.
Didi Kempot adalah sebuah budaya itu sendiri demi mempertahankan keeksisan bahasa jawa. Meski jaman sudah terlampau 2 milenium. Terimkasih atas semua karya-karyamu untuk tanah bekas Majapahit ini. Raden Wijaya dan Sunan Bonang pasti sangat bangga dengan anda.
Keren ulasannya. 👍
BalasHapusIni memang betul2 ambyar. Turut berdukacita.
Makasih 👌
HapusUhuu iyaa