Orang yang paling ditunggu dalam film 1917, ya siapa lagi kalau bukan Kolonel MacKenzie alias Bennedict Cumberbatch. Kelihaiannya dalam memerankan Sherlock Holmes dan Doctor Strange membuat saya selalu menanti-nanti film dia yang selanjutnya, termasuk 1917. Namun sayangnya Colonel ini cuma tampil beberapa menit.
Film ini rilis di Indonesia tanggal 22 januari 2020 lalu, dan saya menonton beberapa bulan lalu. Kemudian saya tonton lagi karena stok film saya habis di tengah pandemi ini. Dan by the way, ulasan ini mengandung spoiler. Tapi gapapa lah ya, kan sudah 5 bulan rilis wkwkwk.
Berlatar Perang Dunia I, dua orang kopral muda diberi misi untuk menyampaikan surat pembatalan serangan terhadap Jerman. Mereka hanya diberi tugas satu hari satu malam, sebelum fajar untuk melaksanakan tugas itu. Jikalau gagal, berarti 1600 prajurit akan dibantai oleh Nazi. Menyampaikan sepucuk surat saat perang dunia bukanlah hal mudah, dua orang prajurit Tom Blake dan William Schofield harus melewati wilayah musuh dan berpacu dengan waktu.
Film 1917 merupakan kategori film perang atau action. Film ini banyak menampilkan adegan tembak-tembakan, lempar-lemparan granat, tumpukan mayat. Ya, pokok e adegan yang menegangkan dan umumnya ada di perang beneran. Alih-alih membahas adegan yang menegangkan yang menumpahkan banyak darah. Mendingan kita bahas scene-scene yang mengharukan alias membuat kita baper.
1. Tom Blake Ditikam
Di tengah perjalanan, Blake dan Schofield melihat pertempuran udara antara Inggris (gatau inggris atau bukan pokoknya mah sekutunya inggris) dan Jerman. Pesawat milik jerman terjatuh, namun sang pilot belum sempat melakukan terjun payung. Pesawat itu terbakar dan hampir mengenai Schofield dan Blake. Namun sang pilot masih hidup dan meronta-ronta. Kemudian Blake berinisiatif mengeluarkan sang Pilot Jerman dari pesawat. Namun, nahasnya perut Blake malah ditusuk oleh sang pilot saat membopongnya keluar dari pesawat (apa jet tempur yak, taulah).
Ditulung malah mentung, peribahasa ini cocok untuk Pilot Nazi yang nyebahi itu. Lha wong sudah diselamatkan dari kebakaran malah gantian nusuk orang. Dengan sigap Schofield yang sedang menimba air langsung menembak sang Pilot, wes modar o kono.
Si Blake yang shock karena mendadak ditusuk membuatnya sekarat, berkali-kali Schofield menenangkan Blake. Dilihat dari caranya sekarat, Blake tidak dilatih untuk siap menghadapi kematian. Blake sepertinya seorang prajurit rekrutan dadakan pemerintah. Ya mau tidak mau Blake harus mau berangkat ke garis perang. Lha wong ini mandat, eh tugas ding, tugas negara maksudnya.
Schofield berusaha memapah Blake agar ia bisa berjalan. Namun, Blake sudah ketakutan yang membuatnya gak mampu berdiri. Schofield tetap berusaha memapah Blake, namun Blake makin meronta-ronta atas pesakitannya. Di sini titik kebaperannya, mereka berdua sudah putus asa. Gak ada medis, tidak ada obat, cuma ada perban yang sudah basah oleh darahnya Blake. Schofield musti melihat temannya sekarat. Perlahan-lahan wajah Blake membiru, Blake kehabisan darah, detik demi detik Blake menghirup nafas terakhirnya.
Walhasil Blake wafat. Namun saat sakaratul maut Blake berpesan untuk mencari kakaknya di Resimen Devons-2, Joseph Blake dan menyurati ibunya, bahwa Blake sangat menyayanginya.
2. Pertemuan Schofield dan Mbak-mbak.
Dengan terpaksa Schofield harus meninggalkan mayat Blake dan melanjutkan perjalanan menuju Ecoust, sebuah kota di Perancis yang diduduki jerman tahun 1917. Schofield dikejar printilan-printilan tentara Jerman yang sedang patroli. Sebuah peluru melesat mengenai tengkuknya. Ia masuk pada sebuah pintu kecil yang merupakan tempat persembunyian seorang perempuan Perancis.
Schofield bertemu dengan mbak-mbak Ecoust. Mbak tersebut memberi petunjuk arah menuju Croisilles yaitu ke tenggara melewati pepohonan dan sungai. Mbak Ecoust (gatau namanya siapa wkwkwk) meminta Schofield yang hampir semaput karena serpihan peluru untuk duduk. Dan si Mbak mulai mengobati tengkuk Schofield. Ini adalah momen paling uwuuuu saat Schofield bilang terimakasih dan saling pandang dengan si Mbak.
Paling pas momen ini diiringi lagu Menunggu Kamu-nya Anji yang bakal menambah syahdu suasana, jajaja. Sepertinya, sang sutradara terinspirasi dari Descendents of the sun kalo gak Crash Landing On You.
Momen uwuuu itu ter-destroy oleh suara bayi. Eh, tak kira anaknya si Mbak ternyata anak yatim. Karena merasa iba, Schofield memberi semua bekal makanan miliknya. Peristiwa yang paling mbaperi adalah ketika Schofield menyitir puisi untuk sang bayi. Kocaknya, orang inggris dan perancis ini kalo komunikasi bisa lancar padahal gak ada google translate. Backsound yang cocok nih Father and Son punya Cat Stevens.
Hal yang paling dramatis terakhir dengan mbak-mbak Ecoust adalah ketika mereka harus berpisah. Terbayang lagunya Calum Scott yang You’re The Reason mengiringi kepergian Schofield untuk melanjutkan misi.
3. Mencari Kolonel MacKenzie
Matari sudah meninggi, Schofield mengira kalau ia sudah terlambat mengirimkan surat. Setelah melintasi aral dan rintangan sing ra karu-karuan. Akhirnya Schofield sampai pada sekumpulan kamp yang melakukan doa pagi, yang merupakan resimen Devons. Schofield memang sampai pada kamp resimen Devons, namun ia musti mencari lagi Kolonel MacKenzie yang berada di garis depan.
Schofield pun menerobos barisan para prajurit, disalipnya barisan tiap barisan, namun garis depan ternyata masih jauh. Schofield musti melewati parit bersalju, menyeberangi meriam yang tengah diledakkan, diteriakinya seluruh pemimpin tiap kompi yang dikira sang Kolonel.
Jebul, sang Kolonel berada dalam gua Hira tempat perlindungan sedang menyusun strategi. Kolonel MacKenzie digambarkan sebagai pemimpin yang keras kepala sing rodok njelehi. Pokoknya Bennedict gak pantes dapat peran ini. Butuh percekcokan mulut untuk membatalkan serangan. Tapi karena ada surat sakti embel-embel dari Jenderal, semuanya jadi luluh termasuk MacKenzie.
Serangan dibatalkan, pasukan ditarik mundur.
Banyak yang terluka pada pengiriman gelombang pertama. Namun, sampainya surat itu menghentikan pembataian 1600 prajurit.
4. Bertemu Kakak Blake
Setelah menghindari malapetaka pembataian 1600 orang. Schofield belum bisa leyeh-leyeh alias istirahat. Ia musti mencari kakak temannya, Blake, untuk menyampaikan pesan. Letnan Joseph Blake dikirim pada gelombang pertama bersama pasukannya. Sayangnya, pasukannya sudah ditarik mundur dan banyak yang terluka.
Schofield menyusuri tiap jalan, dilihatnya satu-satu wajah prajurit yang mirip temannya, ditanyai satu per satu orang “Where’s lieutenant Blake?” laki-laki yang diperban, kakinya digips, atau dibopong. Semua ditanyai. Pos-pos pengobatan ia datangi, namun ia tak menemukan nama bermarga Blake. Ia bahkan berteriak sinting memanggil Blake. Namun lagi-lagi tidak ada yang meresponnya. Schofield mengira abang temannya juga telah mati dalam perang.
Hingga pada ujung pos, Schofield mendengar suara mirip Tom Blake temannya. Dipanggilnya Letnan Blake. Si letnan mengira kalau Schofield ini anak buahnya yang butuh bantuan medis. Awalnya Joseph Blake senang karena Schofield berasal dari Batalion-8, Batalion yang sama yang menaungi adiknya. Namun, Schofield memberikan cincin dan kalung milik Tom pada sang Abang.
Si abang terkaget pengen mewek saat tahu adiknya gugur saat bertugas. Si abang menyuruh Schofield untuk makan dan beristirahat di tenda. Dan Schofield meminta izin untuk menyurati ibu mereka. Itulah dialog penutup dalam film ini.
Film ini memang memiliki plot cerita yang biasa-biasa saja. Pengambilan gambar yang menggunakan teknik one shot-lah membuat penonton, seolah-olah mereka di sana menyaksikan perjalan Tom Blake dan William Schofield sebagai pengantar surat keselamatan.
Komentar
Posting Komentar